Berdasarkan pendahuluan di atas ada dua sudut pandang yang
muncul, yaitu:
1.
PT. Indofood Sukses
Makmur,Tbk Melakukan Pelanggaran Etika Bisnis
Karena pada produk
indomie yang diproduksi oleh perusahaan mengandung dua zat berbahaya yaitu methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat) dimana
dua zat tersebut seharusnya hanya untuk kosmetik bukan untuk makanan.
Perusahaan telah melanggar prinsip etika dalam berbisnis yaitu prinsip
keadilan, dan prinsip saling menguntungkan, dimana perusahaan hanya
mementingkan keuntungan semata tanpa memikirkan para konsumen yang mengonsumsi
mie instan yang mengandung zat berbahaya.
2.
PT. Indofood Sukses
Makmur,Tbk Tidak Melakukan Pelanggaran Etika Bisnis
Kasus
Indomie yang mendapat larangan untuk beredar di Taiwan karena untuk menarik semua
jenis produk Indomie dari peredaran.
Tanggal 9 Juni 2010,
Food and Drugs Administration (FDA) Taiwan melayangkan surat teguran kepada
Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia di Taiwan karena produk tersebut tidak
sesuai dengan persyaratan FDA. Dalam surat itu juga dicantumkan tanggal
pemeriksaan indomie dari Januari-20 Mei 2010 terdapat bahan pengawet yang tidak
diizinkan di Taiwan di bumbu Indomie goreng dan saus barberque.
Kasus
Indomie kini mendapat perhatian Anggota DPR dan Komisi IX akan segera memanggil
Kepala BPOM Kustantinah. "Kita akan mengundang BPOM untuk menjelaskan masalah
terkait produk Indomie itu, secepatnya kalau bisa hari Kamis ini," kata
Ketua Komisi IX DPR, Ribka Tjiptaning, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta,
Selasa (12/10/2010). Komisi IX DPR akan meminta keterangan tentang kasus
Indomie ini bisa terjadi, apalagi pihak negara luar yang mengetahui
terlebih dahulu akan adanya zat berbahaya yang terkandung di dalam produk
Indomie.
A
Dessy Ratnaningtyas, seorang praktisi kosmetik menjelaskan, dua zat yang
terkandung didalam Indomie yaitu methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid
(asam benzoat) adalah bahan pengawet yang membuat produk tidak cepat
membusuk dan tahan lama. Zat berbahaya ini umumnya dikenal dengan nama
nipagin. Dalam pemakaian untuk produkkosmetik sendiri pemakaian nipaginini
dibatasi maksimal 0,15%.Ketua BPOM Kustantinah juga membenarkan tentang adanya
zat berbahaya bagi manusia dalam kasus Indomie ini.
Kustantinah
menjelaskan bahwa benar Indomie mengandung nipagin, yang juga berada di dalam
kecap dalam kemasam mie instan tersebut. tetapi kadar kimia yang ada dalam
Indomie masih dalam batas wajar dan aman untuk dikonsumsi, lanjut Kustantinah.Tetapi
bila kadar nipagin melebihi batas ketetapan aman untuk di konsumsi yaitu
250 mgper kilogram untuk mie instan dan 1.000 mg nipagin per kilogram dalam
makanan lainkecuali daging, ikan dan unggas, akan berbahaya bagi tubuh yang
bisa mengakibatkan muntah-muntah dan sangat berisiko terkena penyakit
kanker.
Menurut
Kustantinah, Indonesia yang merupakan anggota Codex Alimentarius
Commision,produk Indomie sudah mengacu kepada persyaratan Internasional tentang
regulasi mutu,gizi dan kemanan produk pangan. Sedangkan Taiwan bukan merupakan
anggota Codec.Produk Indomie yang dipasarkan diTaiwan seharusnya untuk
dikonsumsi di Indonesia.
Kesimpulan
dari sudut pandang ini, perusahaan tidak melakukan pelanggaran etika bisnis
sebab perusahaan sudah mengikuti standar yang ditetapkan, sebab perusahaan
dalam hal penggunaan zat tersebut masih dalam tahap wajar.
PEMBAHASAN MASALAH
Indofood merupakan salah satu perusahaan
global asal Indonesia yang produk-produknya banyak di ekspor ke negara-negara
lain. Salah satunya adalah produk mi instan Indomie. Di Taiwan sendiri,
persaingan bisnis mi instant sangatlah ketat, disamping produk-produkmi instant
dari negara lain, produk mi instant asal Taiwan pun banyak membanjiripasar
dalam negeri Taiwan.Harga yang ditwarkan oleh Indomie sekitar Rp1500, tidak
jauh berbeda dari harga indomie di Indonesia, sedangkan mi instan asal Taiwan
dijual dengan harga mencapai Rp 5000 per bungkusnya. Disamping harga yang
murah, indomie juga memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan produk mi
instan asal Taiwan, yaitu memiliki berbagai varian rasa yang ditawarkan kepada
konsumen. Dan juga banyak TKI/W asal Indonesia yang menjadi konsumen favorit
dari produk Indomie selain karena harganya yang murah juga mereka sudah
familiar dengan produk Indomie.Tentu saja hal itu menjadi batu sandungan bagi
produk mi instan asal Taiwan, produkmereka menjadi kurang diminati karena
harganya yang mahal. Sehingga disinyalir pihak perindustrian Taiwan mengklain
telah melakukan penelitian terhadap produk Indomie, dan menyatakan bahwa produk
tersebut tidak layak konsumsi karena mengandung beberapa bahan kimia yang dapat
membahayakan bagi kesehatan.
Hal tersebut sontak dibantah oleh pihak PT.
Indofood selaku produsen Indomie. Mereka menyatakan bahwa produk mereka telah
lolos uji laboratorium denganhasil yang dapat dipertanggungjawabkan dan
menyatakan bahwa produk indomie telah diterima dengan baik oleh konsumen
Indonesia selama berpuluh-puluh tahun lamanya. Dengan melalui tahap-tahap
serangkaian tes baik itu badan kesehatan nasional maupun internasional yang
sudah memiliki standarisasi tersendiri terhadap penggunaan bahan kimia
dalam makanan, indomie dinyatakan lulus uji kelayakan untuk dikonsumsi.Dari
fakta tersebut, disinyalir penarikan produk Indomie dari pasar dalam negeri
Taiwan disinyalir karena persaingan bisnis semata, yang mereka anggap merugikan
produsen lokal.Yang menjadi pertanyaan adalah mengapatidak sedari dulu produk
indomie dibahas oleh pemerintah Taiwan, atau pemerintah melarang produk Indomie
masuk pasar Taiwan?. Melainkan mengklaim produk Indomie berbahaya untuk
dikonsumsi padasaat produk tersebut sudah menjadi produk yang diminati di
Taiwan.
Dari kasus tersebut dapat dilihat bahwa
ada persainag bisnis yang telah melanggar etika dalam berbisnis.Hal-hal yang
dilanggar terkait kasus pelanggaran etika bisnis pada perusahaan PT Indofood
secara hukum :
·Undang-undang nomor 8 tahun 1999 pasal 3 F
yang berisi meningkatkan kualitas barang dan jasa yang menjamin kelangsungan
usaha produksi barang/jasa, kesehatan, kenyamanan, dan keselamatan konsumen
Undang-undang nomor 8 tahun1999 pasal 4 A tentang hak atas
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang
dan/jasa·Undang-undang nomor 8 tahun 1999 pasal 8 yang berisi “pelaku usaha
dilarang untuk memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar
dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang
yang dimaksud.
SOLUSI PERLINDUNGAN KONSUMEN
Solusi dalam pelanggaran akan etika bisnis
dalam hal perlindungan konsumen pada kasus yang dialami perusahaan :
-
Dalam Undang-undang
pasal 62 disebutkan bahwa pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal
17, ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e,, ayat (2), dan Pasal 18
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda
paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).
- Terhadap
sanksi pidana sebagaimana dalam pasal 62, dapat dijatuhkan hukuman tambahan,
berupa :
1.Perampasan
barang tertentu;
2.Pengumuman
putusan hakim;
3.Pembayaran
ganti rugi;
4.Perintah
penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian
konsumen;
5.Kewajiban
penarikan barang dari peredaran; atau
6.Pencabutan
izin usaha.
DAFTAR PUSTAKA
http://vickyanggraini18.blogspot.in/2014/10/etika-bisnis-pada-pt-indofood.html.
Diakses pada tanggal 27 Maret 2016
http://argafeb.blogspot.in/2014/01/etika-bisnis-analisis-kasus.html.
Diakses pada tanggal 27 Maret 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar