Kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi telah memberikan dampak yang sangat positif bagi peradaban umat
manusia . Salah satu fenomena abad moderen yang sampai saat ini masih
terus berkembang dengan pesat adalah internet yang kemudian sangat
mengubah cara manusia dalam berkomunikasi dan bersosialisasi baik lewat email
mupun jejaring sosial seperti facebook yang saat ini tengah booming
. Bahkan aktifitas ekonomi seperti beriklan dan menjual produk lewat
internet terbukti sangatlah efektif dan ekonomis karena vendor atau penjual
tidak perlu meghabiskan uang sampai jutaan atau milyaran tupiah untuk membuka toko,
menyediakan peralatan kantor atau menyewa para pekerja dalam menjual produknya,
tapi cukup dengan membuka situs yg diawaki oleh seorang operator
.Bayangkan pengiritan yang bisa dilakukan oleh para pelaku bisnis dengan
melakukan cara ini. Namun ibarat mata uang yang mempunyai dua sisi,
selain hal yang positif otomatis dampak negatif dari kemajuan tersebut juga
akan muncul sebagai tandingannya. Perkembangan teknologi berupa internet ini
juga ditangkap oleh para pelaku kejahatan sebagai sarana untuk melakukan
kejahatan berdimensi baru yang selanjutnya dikenal sebagai cyber crime, apalagi
karena Internet ini merupakan barang baru otomatis banyak negara belum siap
dengan perangkat hukum untuk mengaturnya oleh karena itu angka kejahatan ini
dari tahun ketahun makin meningkat secara signifikan jumlahnya baik dari segi
korban maupun jumlah uang yang raib. Kejahatan yang terjadi dikenal dengan nama
cyber crime , definisi umum dari cyber crime adalah ,” Kejahatan yang dilakukan
di dunia maya dengan menggunakan sarana dan sistem atau jaringan
komputer”. Selanjutnya dalam dokumen kongres PBB tentang The Prevention
of Crime and The Treatment of Offlenderes di Havana, Cuba pada tahun 1999
dan di Wina, Austria tahun 2000, menyebutkan ada 2 istilah yang dikenal :
1.
Cyber crime in a narrow sense (dalam arti sempit) disebut computer crime: any
illegal behaviour directed by means of electronic operation that target the
security of computer system and the data processed by them.
2.
Cyber crime in a broader sense (dalam arti luas) disebut computer related
crime: any illegal behaviour committed by means on relation to, a computer
system offering or system or network, including such crime as illegal
possession in, offering or distributing information by means of computer system
or network. Ada banyak pendapat tentang macam kejahatan yang termasuk dalam
kategori cyber crime namun secara umum jenis jenis kejahatan yang termasuk
dalam kategory ini antara lain cyber terrorism, cyber pornography,cyber
stalking,cyber espionage,data forgery,hacking,dan carding ( credit card
fraud ). Jadi sudah jelas bahwa carding atau credit card fraud merupakan salah
satu dari jenis cyber crime. Beberapa pengertian tentang carding :
1.
Menurut Doctor crash dalam buletin para hacker menyatakan pengertian dari
carding adalah,” A way of obtaining the necessary goods without paying them “
2.
Menurut IFFC ( Internet Fraud Complaint Centre salah satu unit dari FBI )
carding adalah , “ The unauthorized use of credit or debit card
fraudlently obtain money or property where credit or debit card numbers can be
stolen from unsecure d web sites or can be obtained in an identity theft
scheme.
3.
Carder adalah sebutan yang digunakan untuk menamakan para pelaku kejahatan
carding.
1. KARAKTERISTIK
KEJAHATAN CARDING Sebagai salah satu jenis kejahatan berdimensi baru carding
mempunya karakteristik tertentu dalam pelaksanaan aksinya yaitu :
1.
Minimize of physycal contact karena dalam modusnya antara korban dan
pelaku tidak pernah melakukan kontak secara fisik karena peristiwa
tersebut terjadi di dunia maya , namun kerugian yang ditimbulkan
adalah nyata. Ada suatu fakta yang menarik dalam kejahatan carding ini dimana
pelaku tidak perlu mencuri secara fisik kartu kredit dari pemilik aslinya
tapi cukup dengan mengetahui nomornya pelaku sudah bisa melakukan aksinya, dan
ini kelak membutuhkan teknik dan aturan hukum yang khusus untuk dapat men
jerat pelakunya.
2.
Non violance ( tanpa kekerasan ) tidak melibatkan kontak fisik antara pelaku
dan korban seperti ancaman secara fisik untuk menimbulkan ketakutan sehinga
korban memberikan harta bendanya.Pelaku tidak perlu mencuri kartu kredit korban
tapi cukup dengan mengetahui nomor dari kartu tersebut maka ia sudah bisa
beraksi.
3.
Global karena kejahatan in terjadi lintas negara yang mengabaikan batas
batas geografis dan waktu.
4.
High Tech ,menggunakan peralatan berteknologi serta memanfaatkan sarana /
jaringan informatika dalam hal ini adalah internet. Mengapa penting memasukkan
karaktreristik menggunakan sarana/jaringan internet dalam kejahatan carding ?
Hal ini karena credit card fraud dapat dilakukan secara off line dan on line.
Ketika digunakan secara offline maka teknik yang digunakan oleh para pelaku
juga tergolong sederhana dan tradisional seperti :
1.
Mencuri dompet untuk mendapatkan kartu kredit seseorang.
2.
Bekerjasama dengan pegawai kartu kredit untuk mengambil kartu kredit nasabah
baru dan memberitakan seolah olah kartu sudah diterima.
3.
Penipuan sms berhadiah dan kemudian meminta nomor kartu kredit sebagai
verivikasi.
4.
Bekerjasaman dengan kasir untuk menduplikat nomor kartu dan kemudian membuat
kartu palsu dengan nomor asli.
5.
Memalsukan karru kredit secara utuh baik nomor dan bentuknya.
6.
Menggunakannya dalam transaksi normal sebagaimana biasa.
2. MODUS OPERANDI
Ada beberapa tahapan yang umumnya dilakukan para carder dalam melakukan aksi
kejahatannya :
1.
Mendapatkan nomor kartu kredit yang bisa dilakukan dengan berbagai cara antara
lain :phising ( membuat situs palsu seperti dalam kasus situs klik.bca) ,
hacking,sniffing, keylogging,worm,chatting dengan merayu dan tanpa sadar
memberikan nomor kartu kredit secara sukarela,berbagi informasi antara
carder, mengunjungi situs yang memang spesial menyediakan nomor nomor kartu
kredit buat carding dan lain lain yang pada intinya adalah untuk
memperolah nomor kartu kredit.
2.
Mengunjungi situs situs online yang banyak tersedia di internet seperti
ebay,amazon untuk kemudian carder mencoba coba nomor yang dimilikinya untuk
mengetahyui apakah kartu tersebut masih valid atau limitnya mencukupi.
3.
Melakukan transaksi secara online untuk membeli barang seolah olah carder
adalah pemilik asli dari kartu tersebut.
4.
Menentukan alamat tujuan atau pengiriman, sebagaimana kita ketahui bahwa
Indonesia dengan tingkat penetrasi pengguna internet dibawah 10 % namun menurut
survei AC Nielsen tahun 2001 menduduki peringkat ke enam di dunia
dan keempat di Asia untuk sumber para pelaku kejahatan carding. Hingga akhirnya
Indonesia di black list oleh banyak situs situs online sebagai negara tujuan
pengiriman oleh karena itu para carder asal Indonesia yang banyak
tersebar di Jogja,Bali,Banding dan Jakarta umumnya menggunakan alamat di Singapura
atau Malaysia sebagai alamat antara dimana di negara tersebut mereka sudah
mempunyai rekanan.
5.
Pengambilan barang oleh carder.
3. PENANGANAN
CARDING
Menyadari bahwa carding
sebagai salah satu jenis cyber crime sudah termasuk kejahatan yang meresahkan
apalagi mengingat Indonesia dikenal sebagai surga bagi para carder maka
Polri menyikapinya dengan membentuk suatu satuan khusus di tingkat Mabes
Polri yang dinamakan Direktorat Cyber Crime yang diawaki oleh
personil terlatih untuk menangani kasus kasus semacam ini , tidak hanya dalam
teknik penyelidikan dan penyidikan tapi juga mereka menguasai teknik
khusus untuk pengamanan dan penyitaan bukti bukti secara elektronik. Mengingat
dana yang terbatas karena mahalnya peralatan dan biaya pelatihan personil maka
apabila terjadi kejahatan di daerah maka Mabes Polri akan menurunkan tim
ke daerah untuk memberikan asistensi. Sebelum lahirnya UU NO. 11 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronika ( ITE ) maka mau tidak mau Polri
harus menggunakan pasal pasal di dalam KUHP seperti pasal pencurian ,pemalsuan
dan penggelapan untuk menjerat para carder dan ini jelas menimbulkan berbagai
kesulitan dalam pembuktiannya karena mengingat karakteristik dari cyber crime
sebagaimana telah disebutkan diatas yang terjadi secara non fisik dan lintas
negara. Dengan lahirnya UU ITE khusus tentang carding dapat dijerat
dengan menggunakan pasal 31 ayat 1 dan 2 yang membahas tentang hacking.
Karena dalam salah satu langkah untuk mendapatkan nomor kartu kredit carder
sering melakukan hacking ke situs situs resmi lembaga penyedia kartu kredit
untuk menembus sistem pengamannya dan mencuri nomor nomor kartu tersebut.
Secara detil dapat saya kutip isi pasal tersebut yang menertangkan tentang
perbuatan yang dianggap melawan hukum menurut UU ITE berupa illegal
access : Pasal 31 ayat 1 ,” Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau
melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronika
dan atau dokumen elektronik dalam suatu komputer dan atau sistem elektronik
secara tyertentu milik orang lain “ Pasal 31 ayat 2 ,” Setiap orang dengan
sengaja atau tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau transmisi
elktronik dan atau dokumen elektronik yang tidak bersidat publik dari,ke,dan di
dalam suatu komputer dan atau sistem elektronik tertentu milik orang lain ,
baik yang tidak menyebabkan perubahan,penghilangan dan atau penghentian
informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang ditransmisikan”. Lahirnya
undang undang ini dapat dipandang sebgai langkah awal pemerintah dalam
menangani cyber crime, walaupun masih menuai kritik dari beberapa
pengamat karena belum menyatakan secara khusus tentang
pornografi,pencemaran nama baik dan tentang kekayaan intelektual namun dapat
dianggap sebagai umbrella provision atau payung utama pencegahan .
Untuk itu perlu dilakukan penyempurnaan hukum pidana nasional beserta
hukum acaranya yang diselaraskan dengan Konvensi Internasional yang terkait
dengan kejahatan tersebut. 4. KASUS PEMBOBOLAN KARTU KREDIT Data di Mabes
Polri, dari sekitar 200 kasus cyber crime yang ditangani hampir 90 persen
didominasi carding dengan sasaran luar negeri. Aktivitas internet memang lintas
negara. Yang paling sering jadi sasaran adalah Amerika Serikat, Australia,
Kanada dan lainnya. Pelakunya berasal dari kota-kota besar seperti Yogyakarta,
Bandung, Jakarta, Semarang, Medan serta Riau. Motif utama adalah ekonomi. Kasus
pembobolan kartu kredir, Rizky Martin, 27, alias Steve Rass, 28, dan Texanto
alias Doni Michael melakukan transaksi pembelian barang atas nama Tim Tamsin
Invex Corp, perusahaan yang berlokasi di AS melalui internet. Keduanya menjebol
kartu kredit melalui internet banking sebesar Rp350 juta. Dua pelaku ditangkap
aparat Cyber Crime Polda Metro Jaya pada 10 Juni 2008 di sebuah warnet di
kawasan Lenteng Agung, Jaksel. Awal Mei 2008 lalu, Mabes Polri menangkap hacker
bernama Iqra Syafaat, 24, di satu warnet di Batam, Riau, setelah melacak IP
addressnya dengan nick name Nogra alias Iqra. Pemuda tamatan SMA tersebut
dinilai polisi hanya mengandalkan scripts modifikasi gratisan hacking untuk
melakukan aksinya dan cukup dikenal di kalangan hacker. Dia pernah menjebol
data sebuah website lalu menjualnya ke perusahaan asing senilai Rp600 ribu
dolar atau sekitar Rp6 miliar Dalam pengakuannya, hacker lokal ini sudah pernah
menjebol 1.257 situs jaringan yang umumnya milik luar negeri. Bahkan situs
Presiden SBY pernah akan diganggu, tapi dia mengurungkan niatnya. Kasus lain
yang pernah diungkap polisi pada tahun 2004 ialah saat situs milik KPU (Komisi
Pemilihan Umum) yang juga diganggu hacker. Tampilan lambang 24 partai diganti
dengan nama ‘partai jambu’, ‘partai cucak rowo’ dan lainnya. Pelakunya,
diketahui kemudian, bernama Dani Firmansyah,24, mahasiswa asal Bandung yang
kemudian ditangkap Polda Metro Jaya. Motivasi pelaku, konon, hanya ingin
menjajal sistem pengamanan di situs milik KPU yang dibeli pemerintah seharga Rp
200 miliar itu. Dan ternyata berhasil
Tidak ada komentar:
Posting Komentar